Bagaimana Modus Wakil Rakyat Tilap Uang Kunker ke Maroko, Rekreasi ke Spanyol
Ahok.Org (02/03) – Anggota DPR dari Partai Golkar Basuki
Tjahaja Purnama menelanjangi rekannya di parlemen yang melakukan
korupsi. Melalui laporan kinerja bertajuk Satu Tahun Ber-DPR, Ahok
–begitu dia akrab disapa– mengungkap banyak fakta menarik tentang
tingkah polah para wakil rakyat di Senayan.
Dalam laporan itu, Ahok menceritakan pengalaman
kunkernya ke Maroko pada akhir September 2010. Dia ikut sebagai anggota
delegasi Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR dan Parlemen Maroko.
Kunjungan tersebut menjadi pengalaman pertamanya menggunakan paspor
dinas berwarna biru.
’’Yang membuat saya gundah, rupanya dalam perjalanan itu juga ada
acara ke Spanyol,’’ ungkap Ahok di Hotel Santika, Slipi, Jakarta
Selatan, kemarin (28/2). Dia merasa perjalanan ke Spanyol tersebut bukan
lagi bagian dari agenda kerja sama bilateral. ’’Toh, terdapat tim lain
yang berangkat ke sana,’’ ujar pria kelahiran Belitung Timur, 29 Juni
1966, itu.
Turut hadir peneliti senior CSIS J. Kristiadi, Koordinator Formappi
Sebastian Salang, Koordinator ICW Danang Widoyoko, serta pengamat
politik dan kebijakan publik UI Andrinof Chaniago.
Tim yang terdiri atas enam anggota DPR tersebut akhirnya berangkat
pada 24 September 2010. Menurut Ahok, semua acara seharusnya sudah
selesai pada 27 September sore. Artinya, mereka bisa kembali ke
Indonesia keesokannya. Tetapi, anggota rombongan yang lain nekat ingin
ke Spanyol.
’’Dalam jadwal acara tidak ditulis ke Spanyol. Cuma sampai 29
September, dibuat seolah-olah masih di Maroko kegiatannya dan ditulis
pukul 13.20 berangkat dari Casablanca (lokasi bandara internasional
Maroko, Red) menuju Jakarta,’’ jelas Ahok.
Yang keterlaluan, lanjut dia, para anggota rombongan yang pelesiran
ke Spanyol tersebut tetap menerima tambahan uang saku perjalanan. Di
Maroko setiap anggota dihitung USD 200/hari, termasuk hotel. Untuk
Spanyol, jatahnya menjadi dua kali lipat, yakni USD 400/hari.
Ahok memutuskan untuk tetap pulang ke tanah air pada 28 September.
Meski di Maroko selama lima hari, dia hanya mau menerima uang saku
selama empat hari. ’’Perdiem saya di Maroko, setelah dipotong ini itu
adalah USD 685,’’ katanya. Bila dihitung USD 1 sama dengan Rp 9.000, USD
685 adalah sekitar Rp 6.165.000.
Sebelumnya, dia malah ditawari menerima uang saku penuh selama tujuh
hari, meski tidak ikut jalan-jalan ke Spanyol. ’’Tentu saya menolak hal
itu dan meminta apa yang menjadi hak saya saja,’’ ungkap mantan bupati
Belitung Timur (periode 2005–2010) tersebut.
Selaku anggota komisi II, agenda kunker pertamanya adalah ke Palu, Sulawesi Tengah. Seperti biasa, seluruh anggota rombongan mendapatkan biaya sistem lumpsum yang diatur staf sekretariat. Mulai uang tiket, uang saku, uang hotel, hingga uang transportasi dihitung dengan standar tertinggi dan termahal di kota yang akan dikunjungi.
Beberapa hari menjelang keberangkatan, cerita Ahok, staf komisi
memberikan alternatif antara dibelikan tiket pesawat kelas eksekutif
atau ekonomi. ’’Karena berpikir semua untuk penghematan dan
kesetiakawanan, saya ikut ekonomi. Ternyata saya malah diberi selisih
sisa uang dari tiket untuk eksekutif yang dibelikan untuk ekonomi,’’
kata pemilik nama Tinghoa Zhong Wan Xie tersebut lantas tersenyum.
Ahok menyatakan tidak tenang karena merasa ada etika yang dilanggar.
Dari sisi penghematan uang negara, dia setuju kalau perjalanan dinas
anggota dewan sebaiknya menggunakan tiket pesawat ekonomi. Tetapi,
ketika uang yang dianggarkan tetap berstandar kelas eksekutif dan
selisih uang tiketnya masih dikembalikan kepada anggota, justru tidak
ada penghematan uang rakyat.
’’Justru anggota dewan yang untung karena mendapatkan penghasilan
tambahan. Apakah ini dilaporkan dalam SPT (surat pemberitahuan) pajak?’’
katanya. Dalam kunjungan ke Palu itu, imbuh Ahok, bupati setempat juga
ingin membayar uang penginapan. ’’Saya menolak ini dan sempat membuat
suasana menjadi tidak nyaman,’’ tuturnya.
Selama setahun di DPR, Ahok mengatakan melihat banyak contoh konkret
tentang permainan dalam penggunaan anggaran negara. Mulai permainan
jumlah hari perjalanan dan rapat, perubahan tiket perjalanan, adanya
dana taktis dalam berbagai kunjungan, hingga pemberian honorarium maupun
pembiayaan pembahasan RUU yang sering tidak transparan.
Ditambah lagi, lanjut dia, pengambilan ’’kelebihan’’ uang reses,
peningkatan uang kunjungan secara diam-diam, dan tidak jelasnya potongan
pajak penghasilan DPR. ’’Memang ini tidak bermasalah dari sisi
legalitas. Tetapi, secara etika sangat patut dipertanyakan karena
penghambur-hamburan uang rakyat,’’ katanya.
Menurut Ahok, kalau anggota dewan saja sudah terbiasa menilap uang
kecil, fungsi pengawasan terhadap kementerian pasti kedodoran.
’’Otomatis prinsipnya kamu ambil punya kamu, saya ambil punya saya,’’
sindir Ahok. Selain mengingatkan langsung, Ahok sudah melaporkan hal itu
ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Namun, belum ada tindak lanjutnya sampai
sekarang.
Ahok menambahkan, praktik ’’bagi-bagi uang’’ juga lazim terjadi di
komisi. Tetapi, Ahok menyatakan belum pernah menemukannya secara
langsung. ’’Mungkin karena tahu saya begini, saya nggak pernah ditawari.
Perjalanan saja nggak mau nilep, apalagi bagi-bagi begitu,’’ katanya
lantas terkekeh. [Radar Jogja]
Baca Juga:
Komentar
Posting Komentar