Ahok dan Panggilan Tuhan
Berikut saya posting kesaksian pak Basuki TP (A Hok) yang beredar di
beberapa milis. Setiap orang memiliki pengalaman iman berbeda
bagaimana Kristus mengubah hidup mereka dan menjadi panutan didalam
hidup. Bukan suatu kebetulan kalau sayapun mendapat peneguhan melalui
kisah nabi Yesaya setelah berkeliling ke berbagai pelosok negeri. Ya,
ini aku utuslah aku (Yes 6:9). Itulah keputusan yang saya buat 8 tahun
lalu saat masuk dunia politik. Dulu takutnya setengah mati, toh akhirnya
masih bertahan sampai sekarang. Semoga dimanapun kita diutus kita
tetap mengandalkan Kristus Sang Gembala Agung.
========================================================================================
Joko
Widodo bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama telah memenangkan putaran
pertama PILKADA DKI Jakarta 11 Juli 2012. Ini adalaih kesaksian
Basuki,
Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung
Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung
sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh kakek saya.
Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan seorang Kristen, ketika
beranjak dewasa saya jarang ke gereja.
Saya melanjutkan SMA di
Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja karena sekolah itu
merupakan sebuah sekolah Kristen. Saat saya sudah menginjak pendidikan
di Perguruan Tinggi, Mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit
gondok yang mengharuskan dioperasi. Saat itu saya walaupun sudah mulai
pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak
Mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. Mama disembuhkan
oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama
kemudian Mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta
mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.
Suatu hari, saat kami sedang sharing
di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang
penginjil yang sangat luar biasa. Ia mengatakan bahwa Yesus itu kalau
bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. Mana ada orang yang mau
menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus
telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi
Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan
umat manusia, tetapi Ia masih mau menjalankannya! Itu terdengar seperti
suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah
jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. Saya selalu berdoa “Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau,”
dan Tuhan telah memberikan PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak
itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.
Setelah
saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi
pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu
Papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut
perusahaan Papa bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan
yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba
menjadi rhema yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan
sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya kerajingan membaca Firman
Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk
menolong orang-orang yang kurang beruntung.
Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, “Kita enggak
mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. Kalau satu milyar kita
bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca
Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan justice,
kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak
ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini yang memicu saya untuk
memasuki dunia politik.
Pada awalnya saya juga merasa
takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya
hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman
Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi rhema tentang justice.
Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang
dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa
panggilan saya adalah justice. Berikutnya Tuhan bertanya, “Siapa yang mau Ku-utus?” Saya menjawab, “Tuhan, utuslah aku”.
Di
dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di
Yesaya 41. Di situ jelas sekali dibagi menjadi 4 perikop. Di perikop
yang pertama, untuk ayat 1-7, disana dikatakan Tuhan membangkitkan
seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible – Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God’s providential control, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10 dikatakan Israel specially chosen,
artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang
memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 11-16
dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. Pada ayat 17-20 dikatakan needs to be provided,
segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang seringkali
hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi rhema yang menguatkan
untuk saya. Sungguh Allah kita luar biasa.
Di dalam
berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan
merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah
membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. Tetapi saya
selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama,
bersih yang bisa membuktikan hartanya dari mana. Yang kedua, yang
berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola.
Dan yang ketiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan
masyarakat yang bisa dihubungi oleh masyarakat dan mau mendengar
aspirasi masyarakat. Saya selalu memberi nomor telepon saya kepada
masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung.
Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya,
dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi.
Tentu saja ada staf yang membantu saya mengetik dan menjawabnya,
tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.
Pada saat saya
mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena
saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan
saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis
dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun
tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.
Hari ini
saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4
pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal
Ika bukan hanya wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi
benar-benar menjadi pondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua
suku, agama dan ras. Hari ini banyak orang terjebak melihat realita
dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu
di Bangka Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam
lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin
melakukannya di dalam skala yang lebih besar.
Saya berharap,
suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan
warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji
benar-benar bersih, transparan, dan profesional. Itulah Indonesia yang
telah dicita-citakan oleh Proklamator kita, yang diperjuangkan dengan
pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan
memberkati Rakyat Indonesia.
Silahkan dibagikan, Tuhan Yesus memberkati kita semua
Baca Juga:
Komentar
Posting Komentar