Review Madan no Ou to Vanadis
- Judul Alternatif: Lord Marksman and Vanadis;
- Tipe: TV (Oktober 2014)
- Genre: Action; Supernatural; Fantasy;
- Episode: 13
- Rating: Strong Violence and Strong Eroticism (Occasional Nudity)
- Sinopsis:
Saat sedang
berperang dengan Kerajaan Zheted, kamp pasukan Kerajaan Brune
porak-poranda oleh serangan mendadak pasukan musuh yang dipimpin oleh
Eleonora Viltaria, salah seorang Vanadis atau kesatria wanita yang
terpilih oleh senjata berkekuatan magis Ryuugu. Namun, meski pihaknya
telah kalah telak, bangsawan muda Tigrevurmud Vorn tetap berdiri tegak
dan melesatkan anak-anak panahnya yang terakhir ke Eleonora. Upayanya
gagal, tetapi keberanian dan keahliannya dalam memanah seketika memikat
hati Eleonora hingga memutuskan untuk menangkap Tigrevurmud daripada
membunuhnya. Tidak sanggup membayar uang tebusan, Tigrevurmud sebenarnya
sudah pasrah menghabiskan sisa hidup sebagai tahanan di Zheted, sampai
kemudian dia mendengar kabar bahwa wilayah kekuasaannya, Alsace, berada
dalam bahaya karena konflik internal di Brune. Dia pun meminta izin
kepada Eleonora agar bisa kembali ke Alsace demi melindungi warganya,
dan meski harus berjanji akan menyerahkan kekuasaan kepada Zheted
setelah semuanya aman, Tigrevurmud juga berhasil meyakinkan Eleonora
untuk meminjamkan pasukan dan sekaligus kekuatannya sendiri sebagai
Vanadis.
Review:
- Cerita (Plot, Storyline, Storytelling, dll):
Jalan cerita di
anime ini telah dipersiapkan dengan sangat baik. Semua insiden, mulai
dari bagaimana awalnya Tigre sampai bisa bersama dengan Eleonora sampai
kemudian perkembangan selama peperangan mereka dengan Thenardier, sudah
diatur secara rapi sehingga tidak ada satu pun yang terasa dipaksakan
atau terjadi secara tiba-tiba. Meski beberapa rincian memang masih
tampak sengaja dilebih-lebihkan, seperti bala bantuan pasukan Tigre yang
dengan dramatis muncul tepat pada waktu dia benar-benar membutuhkannya,
hal tersebut tidak pernah menjadikan anime ini sampai terkesan melewati
batas logika, bahkan ketika para tokohnya menggunakan kekuatan-kekuatan
supranatural dan hewan-hewan mitos sebagai salah satu senjata mereka.
Lagipula, mempertimbangkan bahwa perang yang kejam dan brutal biasanya
bukanlah tontonan yang menarik untuk disaksikan, dramatisasi semacam ini
sesungguhnya merupakan bumbu penyedap yang kehadirannya mudah untuk
dimaklumi. Sayang sekali, anime ini ternyata tidak cukup peduli untuk
juga menulis cerita khusus bagi Tigre dan Eleonora demi memberi
peperangan mereka sisi yang lebih personal -- dia hanya sekadar
membangun situasi harem lalu meninggalkan mereka begitu saja di dalamnya
-- namun jika penonton mampu mengabaikan satu kekurangan itu, anime ini
termasuk yang terbaik dalam hal mengisahkan sebuah perang.
- Audio Visual (Art, Animasi, Voice Acting, dll):
Kualitas
visualnya standar, dan bahkan terkadang dapat turun menjadi sangat
rendah. Masalah-masalah, seperti gambar para tokoh yang buruk dan
sinkronisasi yang keliru antara animasi dengan gambar latar atau dengan voice-acting,
konstan selalu muncul di semua episode. Akan tetapi, anime ini ternyata
juga bisa terlihat cukup bagus pada momen-momen penting, maka mungkin
kualitas yang terus berubah-ubah ini terjadi hanyalah karena alasan
efisiensi. Dengan kata lain, anime ini sebenarnya tahu cara untuk
menyajikan visual yang menarik, tetapi keterbatasan sumber daya
memaksanya untuk cuma memilih adegan-adegan tertentu saja, dan hal ini
paling jelas tampak dari bagaimana visual yang buruk seakan muncul hanya
pada saat ketika Tigre dan tokoh-tokoh lainnya sedang bersantai, namun
pemaparan yang mendetil kemudian diberikan ketika mereka mulai
bertempur. Oleh sebab itu, meski anime ini tidak akan pernah mampu
memukau siapapun, pilihannya untuk senantiasa mengutamakan fungsi
sebagai medium atas ceritanya merupakan kebijakan yang patut dihargai.
- Karakter:
Walaupun anime
ini memiliki cukup banyak tokoh dan masing-masing sebenarnya sudah
diberikan deskripsi karakter yang jelas, hal ini ternyata tidak terlalu
berarti di dalam cerita. Sebab ketika perang telah dimulai, secara garis
besar semua tokoh akan segera terkumpul cuma menjadi tiga jenis
karakter: Tigre dan para Vanadis adalah orang-orang yang teguh dan
berkemauan keras, lawan-lawan mereka adalah orang-orang yang paling
licik dan jahat, lalu para kesatria yang bertempur untuk kedua belah
pihak hanyalah gambaran umum tentang orang-orang dengan keberanian dan
harga diri. Alhasil, anime ini tidak pernah terkesan lebih daripada
sekadar sebuah catatan perang di dalam lembaran sejarah Brune, dan bukan
sebagai konflik antara berbagai kepentingan dari tokoh-tokoh yang
terlibat di dalam perang tersebut. Bagi penggemar kisah epik yang lebih
mengutamakan insiden-insiden yang terjadi di sepanjang jalannya
peperangan, kekurangan ini tentu bukan masalah besar, namun penonton
yang berharap untuk mengetahui lebih jauh daripada sebatas siapa yang
menang dan siapa yang kalah mungkin akan mendapati anime ini masih
cenderung hampa.
- Overall Score:
Dari seorang
tahanan perang hingga akhirnya menjadi pemimpin salah satu pasukan
terbesar di sebuah kerajaan. Kisah Tigrevurmud Vorn memang cuma cerita
fiksi, tetapi dia tetap bisa saja meninggalkan kesan yang sama
menakjubkan seperti kisah Oda Nobunaga yang hampir menyatukan Jepang.
Kekuatan utamanya adalah pengaturan yang rapi atas tahapan-tahapan
insiden yang Tigre lewati, sehingga meski juga diwarnai unsur-unsur
supranatural, kisahnya selalu terasa masuk akal. Sayangnya, anime ini
tidak cukup mengembangkan sisi yang lebih pribadi dari para tokohnya,
maka kecuali anda secara khusus menaruh minat pada peperangan, anime ini
mungkin tidak akan membuat anda merasa puas. Nilai 8 dari 10 (Well
sequenced)
Komentar
Posting Komentar